Usus Buntu Part 9
Dengan bantuan kursi dorong, aku diantar oleh perawat sampai parkiran. Angin mengusap lembut wajahku, Segar. Keringat yang bercucuran karena panasnya kamar pasien, terhapus sudah. Mungkin karena sudah 3 hari di atas tempat tidur tanpa mandi pula. Keluarga sudah ada di mobil menunggu aku, mama dan teteh masuk. Dari parkiran depan terlihat, Kepala OK menghampiri kami.
Dia berkata ,“udah baikan ya? semoga cepat pulih. jangan lupa untuk control ya”.
Aku mengangguk. Setelah pamit padanya, kami semua pulang dengan rasa gembira.
Hari berganti hari, keadaanku semakin membaik. Sholat yang tadinya hanya bisa duduk, seminggu setelah operasi, sholat sudah dalam posisiberdiri. Begitu juga yang lainnya, sudah banyak perubahan. Hanya cara jalannya,masih pelan2 juga belum bisa tertawa. Lagi2, menyadarkanku bahwa tertawa tanparasa sakit juga nikmat dari Allah. Pertemuanku dengan laptop juga semakinbertambah intensitasnya, namun kepala masih sering pusing jika duduk terlalulama.
Dua minggu setelah operasi, aku merasa sembuh total. Dokterpun sudah mengatakan demikian. Saat control terakhir di RS GRAHA, luka operasi sudah kering sehingga perbannya di buka dan sudah di bolehkan mandi. Terlebih lagi, sudah di bolehkan beraktifitas seperti biasa hanya tidak boleh terlalu capai. Esoknya, ½ cm di bagian kanan luka operasi bernanah. Aku tidak tahu penyebabnya, namun teringat pesan dokter, ”jangan sampai berkeringat, luka operasinya harus sering2 di lap pakai tisu agar selalu kering.” Segera ku laporkan pada tetehku kemudian ia menekan luka yang bernanah tersebut sampai nanah itu keluar. Sakit bukan main.
Walau begitu, ku putuskan untuk tetap pulang ke Bogor. 2 minggu tidak kuliah, membuatku sedikit frustasi. UTS akan datang menyapa beberapa hari lagi. Mengejar ketertinggalan pelajaran dan agar bisa UTS, jadi alasan paling ampuh waktu itu. Untungnya keluarga mengerti dan mereka mengantarku ke Bogor. Saat mobil berhenti di Cibubur Square, semua turun untuk sholat kecuali aku. Jalanku yang masih pelan khawatir membuat semakin lama, jadi ku putuskan untuk tetap di mobil. Sekalian di jamak takhir isya-magrib nanti pikirku. Ku coba untuk melihat luka tersebut. Shock. luka itu bernanah kembali.
“mah, lukanya bernanah lagi” ucapku pada mama saat semua sudah masuk ke mobil.
Karena mobil sudah akan melanjutkan perjalanan, mama bilang untuk bersabar sampai kosan. Jam 10 p.m mobil kami sampai di kosan. Beberapa teman kosan sedang kumpul di meja makan, ikut kaget melihatku datang bersama keluarga besar. Temen kosan yang tahu aku sakit hanya 1 orang, sehingga teman kosan lainnya baru tahu infonya setelah sudah beberapa hari pulang ke lampung.
“ih kamu kok ga bilang kalo sakit?” Tanya salah satu dari mereka.
“hehe…udah sembuh kok mba” jawabku tanpa merasa bersalah (^^peace)
Setelah selesai membawa barang2 masuk ke kosan, kami semua istirahat sampai esoknya tiba. Saat akan di bersihkan oleh mama, luka yang bernanah itu sudah kering sehingga rasa khawatir itu hilang. Tiba waktu sore, yang ada di kamar hanya aku dan adikku yang pertama. Mama, papa dan lainnya sedang berkunjung ke rumah saudara yang ada di Cileungsi. Saat sedang asik2nya belajar translate dan ngeblog. Teman kosan yang kamarnya sampingan dengan kamarku berkata, “Has, ntar malem ujian praktikum Sistem Operasi”
“apa? beneran? baru nyampe udah UTS aja. gimana dong”. jawabku dengan cemas
Infonya mendadak itu membuatku ‘uring2an’, lieur kitu maksudna. Ternyata temanku itu juga baru tau dari postingan di FB. Dengan cepatku buka file2 latihannya. 2 pertemuan tidak masuk membuatku tidak PD untuk Ujian. Ku coba untuk minta file dengan temanku itu. Saat jalan menuju kamarnya, terasa sakit. Sakit yang seperti dulu, awal kena usus buntu. Feeling merasa ada yang tidak beres, segera ku cek luka operasiku. Kau tahu? Bajuku, sudah berlumuran darah. Luka operasi itu mengelupas, terbuka.
Mungkin karena reflek, aku teriak histeris. Membayangkan yang tidak-tidak, akan terjadi. Dengan cepat ku rebahkan tubuhku. Adikku yang sedang asyik main FB, menoleh ke arahku menanyakan apa yang terjadi.
"kenapa teh?"
“dek sini deh, liat..liat..lukanya kebuka” jawabku
Kemudian ia mendekatiku, dan berkata, “ih iya teh. kok bisa gitu ya?” ucapnya polos
Ingin menelpon keluarga yang sedang di Cileungsi namun takut membuat heboh. Ku putuskan untuk menelpon tetehku.
“teh..lukanya..bla..bla”.
Aku sampaikan padanya. Kemudian ia memintaku, untuk membeli madu rasa juga kain kassa. Karena belum boleh bawa motor, ku suruh adikku. Dia yang keluar mencari apotik, sementara aku menunggu di kamar. Agak khawatir juga, karena adikku baru pertama bawa motor di Bogor, takut nyasar. Cemas menunggunya datang. Layaknya seorang pahlawan, tak lama kemudian ia membawa apa yang ku pesan.
“terus di apain nih madu sama kain kassanya?” Tanyaku lagi pada tetehku
“Masukkan saja ke lukanya, terus di tutup dengan kain kassa” jawab teteh dengan tenangnya.
Menurutnya itu biasa, ada yang lebih menyeramkan lagi katanya. Kemudian, adikku memasukkan madu tersebut ke luka yang terbuka. Satu tetes masuk…Dua tetes masuk...sampai pada tetesan ke 21 madu tersebut baru penuh sampai atas. 21 tetes? Histeris luar biasa. Yang ku bayangkan berapa dalam lukanya itu. Ku coba menenangkan diri dan melupakan ujian untuk sementara. Alhasil, aku tidak ujian malam itu.
Keluarga datang ke kosan pukul 8 p.m. Aku masih terbaring dikasur. Melihatku begitu, mama menghampiriku.
“kenapa dil? sakit lagi perutnya? makan dulu sini, kita bawa banyak makanan”. Tanya mama
“ga mah..gapapa. udah kenyang mah, buat besok aja”. (aku bohong)
Ku simpan hal itu untuk bahan cerita esok harinya. Semua kaget. Akhirnya, ku dibawa ke RS untuk di cek kembali.
bersambung...
bersambung...
Comments
Post a Comment