Usus Buntu Part 8

Saudara dari keluarga papa dan mama berduyun2 datang memenuhi kamar pasien. Ada juga satu dua tetangga yang ikut menjenguk. Mama memasang karpet dipojokan agar para pembesuk bisa duduk. Dari obrolan yang ku dengar, mereka heran aku sakit parah apalagi sampai di operasi. Bahkan dari mereka ada yang nyeletuk

“jagoan kok bisa sakit?” 

Lelucon. Mereka pikir aku bukan manusia. Tapi aku tidak bisa tertawa karena perutnya masih sakit. Hanya senyum saja. Memang dari dulu, aku dikenal cukup ndablek (ga nurut), aktif dan ‘tahan banting’ (ups..berasa barang pecah belah). Susah diatur, katanya. Bahkan sempat menjulukiku dengan ‘mavia kecil’. Itu dulu, sekarang masih sama (ya udah berkuranglah, insyaAllah). Berbagai pertanyaan detail penyebab sakit diajukan ke orangtuaku. 

Tante dan paman mendatangiku. Mereka menanyakan kabar.
“bla..bla.. tapi udah sholat kan?”
“belum tante..gimana ya? dari dzuhur tadi.” jawabku memelas
“yaudah di jamak aja, daripada ga sholat. InsyaAllah lah, sholatnya nyambi tidur aja” ucap si tante

kemudian dengan rasa empati yang begitu tinggi, ia membantuku berwudhu dengan kain yang di basahi. Lagi2 ku terharu. Dalam sakitku, Allah menunjukkan banyak orang2 disekitar yang care, peduli. Setelah itu, dengan segera ku ucap niat untuk menjamak sholat dzhur-ashar dan magrib-isya. 

Hari sudah malam dan jam besuk akan habis, mereka pamit pulang dan menitip banyak nasehat. Salah satunya, agar aku menjaga gizi makanan dan makan teratur. Jam besuk di RSUD ini hanya sampai jam 9 malam dan yang menjaga pasien hanya dibolehkan 1 orang. Karena mama yang menginap, jadi, papadan adik2 ikut pulang.  

Makanan yang disediakan dari RS tidak bisa ku habiskan,karena masih harus sedikit2 makannya. Mengunyah saja hingga 33x, sehingga menyadarkanku pada sunnah Rasul yang jarang ku lakukan saat sehat. Selesai makan, akhirnya ku tertidur dan terbangun ketika azan shubuh memanggil. Melihat mama yang tertidur pulas, aku tak tega membangunkannya. Akupun bertayamum saja.Wallahi, mungkin tidak memenuhi syarat tayamum, tapi aku belum bisa jalan kekamar mandi. Semoga Allah mengampuniku. 

Lega rasanya ketika sudah sholat. Mama masih tertidur, mungkin ia kelelahan menjagaku semalaman. Namun karena jam sudah menunjukkan pukul setengah 6, aku membangunkan ibuku untuk sholat shubuh.
Sarapan pagi datang, menunya masih sama: bubur. Ada juga lauk yang lain tapi rasanya tetap..manis. beberapa perawat juga sudah siap memberi obat ke dalam infusku. Untuk penghilang nyeri, katanya. Tiba2 ku ingat pada stiker yang teteh tempel di jantungku. Aha, masih ada. Ku pikir itu lebih ‘sakti’ daripada obat yang disuntikkan perawat.

Ketika masuk waktu besuk, satu per satu datang menjengukku. Pukul 11.00 wib, dokter yang membedahku masuk, jadwalnya untuk visit pasien.
“gimana hasni udah baikan?” Tanya dokter padaku
“udah dok.” jawabku singkat
“udah makan kan? udah boleh kok. Terus di coba duduk dan jalan ya. pelan-pelan aja”
dalam hati berkata, “saya kelaperan dari kemarin. duduk?jalan? ga salah?”.
“oh iya dok. makasih” ucapku cepat2.

kemudian ia pergi, mungkin ingin visit pasien yang lain. Kalau dipikir2, pesan dokter yang barusan agak –sadis- juga, baru operasi kemarin, hari ini sudah diminta duduk dan jalan. Tapi, mau tidak mau, harus ikuti perintah dokter. Awalnya masih takut-takut, mama terus mensupport. Akhirnya, bisa duduk dan jalan ke kamar mandi. Jalannya berasa kayak orang abis ngelahirin caesar, kata mama. Mungkin operasi caesar lebih sakit lagi, secara di belah perutnya seukuran kepala bayi. 

Pada hari itu, aku sudah bisa sholat dengan posisi duduk dan bisa membaca al qur’an. Nikmatnya. Saudara dan tetangga terus berdatangan hingga jam besuk malam ditutup. Alhasil, sekociku penuh sama roti tawar, buah,susu kaleng. 

Esoknya, hari ketigaku di RS. Artinya aku bisa segera pulang ke rumah. Menunggu dosen visit, tapi sampai sore menjelang dokter tak datang2.Ternyata ia ada jadwal operasi di RS Graha. Berkali-kali perawat menanyakan, apakah aku sudah menyelesaikan administrasi RS atau belum. Karena aku tak tahu banyak, jadi tak ku jawab. Pada saat itu, mama dan papa sedang keluar. Memang sistem pembayaran di RSUD ini diselesaikan saat pasien akan pulang. 

Saat papa dan mama datang, perawat itupun kembali bertanya.
“memang sudah boleh pulang ya mbak” Tanya mama ke perawat.
“biasanya 3 hari sudah boleh pulang. sudah selesaikan administrasinya belum bu?” jawab perawat
“belum mbak, kalo sudah boleh pulang ya baru kita urus. Udah bilang kok ke pak o*e, kepala ruang OK.” jelas mama
Setelah mendengar jawaban mama, akhirnya tak ada lagi perawat yang bertanya. Kekhawatiran mereka mungkin sudah terbayar. 

Beberapa jam kemudian, mama dan papa menemui pak o*e untuk menyelesaikan masalah adiministrasi. Lalu, mama menjemputku di ruang pasien. Namun karena jam besuk sudah habis, pintu terkunci. Awalnya perawat kekeuh ga mau bukain pintu, setelah mama kasih memo dari pak o*e, ia pun membolehkan mama masuk.
tertulis disitu, “pasien Nurhasni fadilah sudah boleh pulang. Administrasi sudah beres”

Dengan perasaan yang senang bisa meninggalkan RS. Tempat yang menyebalkan bagiku, tapi juga tempat yang berjasa karena sudah menolong orang2 sakit. Sebelum pulang ku sempatkan untuk pamit kepada dua pasien yang lain, karena mereka masih harus dirawat.

(sorry ya)bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Kolam Renang Khusus Wanita di Bogor